Saturday 19 December 2009

PRINSIP-PRINSIP MONITORING DAN EVALUASI


PRINSIP-PRINSIP MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM LESSON STUDY
Oleh: Bambang Subali, Sukardjo, dan Suharyanto


A. Pendahuluan

Upaya meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yakni pendekatan internal dengan memanfaatkan guru yang lebih berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal dengan mengirimkan guru untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan kemitraan melalui kerjasama antara perguruan tinggi dan sekolah. Karakteristik program kemitraan adalah dikembangkannya prinsip kolaborasi yang memberikan keuntungan pihak-pihak yang terlibat (Fandi Tjiptono & Anastasia Diana, 1996). Prinsip kolaborasi juga dapat dilakukan antar sesama guru dalam suatu sekolah juga dapat menjadi ajang yang efektif untuk meningkatkan mutu guru.
Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu.
Lesson Study pada dasarnya adalah salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk guru sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya. Lesson study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang guru: 1) merencanakan pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; 2) melakukan pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk mengobservasi; 3) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi dengan para observer. Oleh karena itu, implementasi program lesson study perlu dimonitor dan dievaluasi sehingga akan diketahui bagaimana keefektifan, keefesienan dan perolehan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.


B. Lesson Study

Lesson study sebagai salah satu kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas pembelajaran berasal dari bahasa Jepang Jugyokenkyu yang oleh Fernandez & Yoshida (Paidi, 2005) diartikan sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Di sekolah-sekolah di Jepang kegiatan lesson study sebagai media untuk belajar dari pembelajaran yang merupakan
a. inisiatif suatu sekolah atau guru untuk meningkatkan diri atau untuk memperoleh masukan atas pembelajaran inovatif yang telah dipikirkan/dilakukan, dengan cara membuka kelas bagi guru lain atau pengamat lain.
b. wahana belajar bagi guru/peserta lain (juga guru penampil sendiri).
c. wahana bersejawat, berdiskusi/sharing pikiran untuk meningkatkan keprofesionalan mereka.
d. Wahana berkolaborasi antara sekolah dengan universitas atau lembaga lain, kolaborasi antara guru dengan dosen atau pemikir pendidikan lainnya guna menghasilkan inovasi pembelajaran.
Lebih lanjut Paidi menyatakan bahwa ada tiga tahapan utama dari lesson study yakni:
a. Tahap perencanaan (planning): pada tahapan ini secara kolaboratif (guru dengan guru atau guru dengan dosen atau guru dengan pemikir) menyusun suatu perencanaan pembelajaran yang inovatif sehingga dihasilkan suatu perencanaan pembelajaran (lesson plan) yang terbaik dan membantu siswa belajar dengan baik yang disusun berdasarkan pengalaman, hasil pengamatan, buku-buku atau sumber ide lainnya.
b. Tahap implementasi (implementing/do): pada tahapan ini dilakukan pembagian tugas bagi pihak-pihak yang berkolaborasi untuk meimplementasikan lesson plan yang sudah disusun. Salah satu kolaborator berperan sebagai guru dan yang lainnya sebagai pengamat/observer yang melakukan pengamatan dengan menggunakan lesson plan sebagai acuan. Pada skala besar kegiatan implementasi ini dapat diikuti oleh guru atau pemerhati pendidikan lainnya di luar pihak-pihak yang berkolaborasi.
c. Tahap refleksi (reflecting/see): pada tahap ini pihak-pihak yang berkolaborasi (atau dengan ditambah pengamat lainnya) duduk bersama untuk melakukan diskusi dalam bentuk sharing mengenai apa-apa yang baru saja mereka tangkap dan amati dari implemantasi lesson plan yang telah dilakukan.
Dengan melihat tahapan pelaksanaan kegiatan lesson study maka monitoring dan evaluasi yang dilakukan juga harus mengacu pada tahapan yang dilakukan.

C. Lesson Study sebagai Classroom Action Research

Lesson study sebagai suatu riset meliputi tiga tahapan utama yakni tahap perencanaan (planning), tahap implementasi (implementing/do), tahap refleksi (reflecting/see). Dari tahapan tersebut, jika mengacu pada PTK menurut Sagor (1992), maka pelaku lesson study bekerja pada tiga tahapan tindakan, yakni: (1) memprakarsai tindakan (initiating action), misalnya ingin mengadopsi suatu gagasan atau ingin menerapkan suatu strategi baru, (2) monitoring dan membenahi tindakan (monitoring and adjusting action), dan (3) mengevaluasi tindakan (evaluation action) untuk menyiapkan laporan final dari program secara lengkap. Oleh karena itu, dari sudut inquiry maka kegiatan untuk memprakarsai tindakan biasanya berupa kegiatan mencari informasi yang akan membantu dalam memahami dan memecahkan masalah sehingga merupakan research for action. Selama pelaksanaan dilakukan monitoring dan pembenahan tindakan yang lebih berkait dengan apa yang dapat dilakukan sehingga merupakan research in action. Pada akhir kegiatan dilakukan evaluasi akhir untuk mengevaluasi tindakan yang lebih berfokus untuk mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan sehingga merupakan research of action. Jika disajikan dalam bentuk bagan pada gambar 1 sebagai berikut.











Gambar 1. Tahapan PTK Menurut Sagor

Agar dapat dibuat perencanaan yang baik pada tahap research for action, pemrakarsa tindakan harus melakukan refleksi awal yang berbasis pada kondisi awal dan digalii melalui need asesment. Dalam tahap ini diperoleh akar masalah yang akan diatasi melalui lesson study sehingga hasil need assessment, sebagai deskripsi semua kondisi awal. Dalam hal yang demikian, dapat dijadikan dasar placement evaluation dengan tujuan untuk menetapkan program agar sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Dari placement evaluation itulah dapat dipahami dengan pasti posisi masing-masing pihak yang berkolaborasi, baik dosen, guru, maupun siswa berkait dengan akar masalah yang akan dipecahkan.
Pada tahap reserch in action, dilakukan kegiatan monitoring untuk memperoleh deskripsi maupun hubungan sebab akibat yang terjadi dengan adanya implementasi tindakan. Pada tahap ini, data hasil monitoring digunakan untuk mengambil kepuitusan seberapa jauh perbaikan/pembenahan perencanaan tindakan dalam setiap siklus harus dilakukan. Oleh karena itu, keputusan yang diambil adalah pada tataran formative evaluation. Melalui
Pada tahap research of action, kegiatan monitoring dilakukan untuk memperoleh deskripsi, hubungan sebab akibat yang berkait dengan implementasi program secara keseluruhan (seluruh siklus), dan seberapa jauh keterlibatan pihak-pihak yang telah berkolaborasi. Dengan demikian, keputusan atas dasar hasil monitoring bertujuan untuk menetapkan efektivitas dan efisiensi program lesson study. Dalam tahapan ini, kedudukan evaluasi program adalah sebagai sumative evaluation.

1. Macam Lesson Study
Lesson Study sebagai penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan dalam beberapa macam. Mengacu pendapat Kemmis dan McTaggart (1997) ada tiga macam PTK, yakni PTK yang dilakukan secara individual, PTK yang dilakukan secara kolaboratif, dan PTK yang dilakukan secara kelembagaan.

a. Lesson Study dalam bentuk PTK yang Dilakukan Secara Individual
Lesson study dalam PTK yang dilakukan secara individual, seorang guru/dosen yang melakukan PTK berkedudukan sebagai peneliti sekaligus sebagai praktisi. Sebagai peneliti, guru/dosen harus mampu bekerja pada jalur penelitiannya, yakni jalur menuju perbaikan dengan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam arti guru/dosen yang bersangkutan harus menjamin kesahihan data yang dihimpun sehingga mendukung objektivitas penelitian yang dilakukan serta ketepatan dalam menginterpretasi dan menarik kesimpulan hasil penelitian. Untuk itu dalam PTK yang dilakukan secara individual harus didukung oleh critical friend.
Critical friend yang tepat sangat membantu saat peneliti melakukan refleksi. Selain itu, critical friend juga dapat sebagai observer saat peneliti melakukan praktik pembelajaran sebagai praktisi. Bila tanpa critical friend ada yang mempertanyakan objektivitas penelitiannya.
Critical friend dipilih sesuai dengan keahlian atau kebutuhan. Oleh karena itu, critical friend dapat berganti-ganti orang sepanjang penggantian fungsional untuk membantu keberhasilan program lesson study yang dilaksanakan. Jika seorang pelaksana program lesson study sudah senior atau sudah terbiasa melakukan dan didukung sarana prasarana untuk peliputan data yang memadai seperti alat perekam dalam bentuk audio visual, maka dapat saja melibatkan critical fiend untuk mengkritisi hasil-hasil yang dilaksanakan setelah ia menganalisis hasil perekaman. Dengan demikian, critical friend hanya dilibatkan pada saat refleksi dan sekaligus mengkritisi lesson study yang dilakukan. Bahkan, diharapkan critical friend juga mau mengadop bila hasilnya dinilai positif. Sebaliknya, bagi pemula, maka dapat melibatkan critical friend di setiap tahapan lesson study yang dilaksanakan, mulai dari pemilihan permasalahan, perencanaan, pelaksanaan, refleksi, sampai pada pelaporan.

b. Lesson Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kolaboratif
PTK dalam bentuk kolaboratif/kelompok melibatkan sekelompok guru/dosen, sehingga ada guru/dosen sebagai peneliti dan guru/dosen sebagai praktisi. Dapat pula kolaborasi dilakukan antara guru dengan dosen. Dalam kolaborasi antara guru dan dosen, permasalahan digali bersama di lapangan, dan dosen dapat sebagai inisiator untuk menawarkan pemecahan atas dasar topik area yang dipilih. Dalam hal ini validitas penelitian lebih terjamin karena ada posisi sebagai peneliti dan posisi sebagai praktisi.

3. Lesson Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kelembagaan
Lesson study yang dilakukan dalam bentuk PTK individual/perorangan ataupun dalam bentuk PTK yang dilakukan secara kolaboratif/kelompok memiliki skop terbatas atau berfokus pada topik area yag sempit. Misalnya, penelitian hanya berfokus pada hubungan antara proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai.
PTK yang dilakukan secara kelembagaan memiliki skop penelitian yang lebih luas dan ditujukan untuk perbaikan lembaga. Dengan demikian, dalam satu penelitian dapat ditetapkan beberapa topik area. Dalam PTK yang dilakukan secara kelembagaanpun melibatkan kolaborasi dapat dibangun secara luas dengan melibatkan banyak pihak yang terkait. Untuk sekolah, dapat melibatkan siswa, guru, karyawan, orang tua, kepala sekolah, dinas, dan dosen perguruan tinggi. Untuk perguruan tinggi, dapat melibatkan mahasiswa, dosen, karyawan, pihak pengguna, dan stakeholder ataupun yang lainnya.
Tujuan utama PTK yang dilakukan secara kelembagaan adalah untuk memajukan lembaga. Oleh karena itu, dapat dibuat kelompok-kelompok peneliti menurut topik-topik area yang relevan dengan kelompok yang bersangkutan. Menurut Kemmis dan McTaggart (1997) dalam PTK bentuk ini kelompok-kelompok kecil yang ada di dalamnya dapat melakukan kegiatan eksperimen untuk menguji beberapa inovasi untuk permasalahan yang ada.

D. Model-Model Tahapan PTK
Ada beberapa model pentahapan dalam PTK. Menurut Mc Taggart (1991) juga Kemmis dan McTaggart (1997) PTK dilakukan siklus demi siklus, sebelum memulai dengan siklus pertama diawali dengan (a) refleksi awal untuk melakukan penyidikan dalam upaya menetapkan topik area (thematic concern) yang akan diteliti, kemudian dilanjutkan dengan (b) perencanaan secara keseluruhan, (c) implementasi tindakan dan observasi, dan (d) refleksi. Memasuki siklus berikutnya dimulai dengan (a) tahap perencanaan lanjut sebagai revisi atas perencanaan yang disusun sebelumnya dengan memanfaatkan hasil refleksi, (b) pelaksanaan tindakan dan observasi lanjut , dan (c) refleksi lanjut. Jika disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut.














Gambar 2. Tahapan PTK
Menurut McKernan (Hopkins, 1993) PTK dilakukan siklus demi siklus dan dimulai dengan tahapan siklus pertama yang diawali dengan (a) menetapkan permasalahan, (b) need assessment untuk mencari akar masalah, (c) perumusan gagasan hipotesis, (d) implementasi tindakan, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri dengan (f) pengambilan keputusan. Setelah siklus pertama dilanjutkan ke siklus berikutnya yang diawali kembali dengan: (a) menetapkan kembali permasalahan, (b) need assesment untuk mencari kembali akar permasalahan (c) perumusan hipotesis baru, (d) implementasi rencana, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri dengan (f) pengambilan keputusan. Jika disajikan dalam gambar 3 sebagai berikut.















Gambar 3. Tahapan PTK Menurut McKernan

Menurut Ebbutt (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi siklus. Pada siklus pertama diawal dengan (a) penetapan gagasan umum, (b) melakukan penyidikan (b) menyusun perencanaan secara keseluruhan, (c) pelaksanaan tindakan pertama, (d) monitoring dan penyidikan. Hasil monitoring dan penyidikan untuk (a) merevisi perencanaan secara keseluruhan yang sudah disusun, atau (b) untuk membenahi gagasan umum, atau (c) untuk memasuki tindakan berikutnya. Jika disajikan gambar 4 sebagai berikut.

















Gambar 4. Tahapan PTK Menurut Elliot

Menurut Elliott (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi siklus, diawali dengan menemukenali gagasan awal, (b) penyidikan dengan mencari fakta dan menganalisisnya, (c) menysun perencanaan umum yang terdiri dari beberapa tahapan tindakan, (d) melaksanakan tindakan tahap pertama, (e) memonitor pelaksanaan tahapan tindakan pertama dan melihat efeknya, (f) melakukan penyidikan untuk menemukan kegagalan/kesalahan tindakan dan efeknya. Hasil penyidikan dipakai untuk merevisi gagasan umum beserta tahapan-tahapan tindakannya, dan dilanjutkan dengan melaksanakan tahap-tahap tindakan yang sudah direvisi, dilanjutkan kembali dengan memonitor pelaksanaan tahapan-tahapn tidanakn dan melakukan penyidikan kembali sebagai dasar untuk memasuki siklus berikutnya. Jika disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut. Jika disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut.

E. Prinsip prinsip Monitoring dan Evaluasi Program
Suatu program, termasuk didalamnya program pendidikan rutin, program pelatihan, maupun program dalam kemitraan merupakan suatu kegiatan yang terencana yang lengkap dengan rincian tujuan beserta jenis-jenis kegiatannya. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah program yang diimplementasikan benar-benar berharga diperlukan monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses yang sistematis yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program yang bersangkutan. Monitoring dan evaluasi terhadap tingkat efisiensi program terutama ditujukan kepada program yang sifatnya akan dilaksanakan berulang. Jadi, dalam artian bahwa pada tahun mendatang program tersebut akan terus dilaksanakan. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya akan dapat dihemat baik tenaga, biaya, maupun waktunya. Walaupun suatu program dinilai sangat efektif tetapi bila kurang efisien maka akan dinilai kurang berhasil karena mahal, terlalu lama, dan terlalu banyak menghabiskan tenaga (Pusat Pengujian, 1998).
Keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi pelaksanaannya. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi terhadap suatu program akan menyangkut berbagai hal yang terkait, baik yang menyangkut kualitas masukan (input), kualitas proses maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Selain itu, monitoring dan evaluasi terhadap suatu program dapat dilaksanakan atas dasar sekuensi implementasinya, dapat pula dilakukan terhadap komponen programnya (Issac & Michael, 1981).
Karena keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi pelaksanaannya, maka penilaian terhadap suatu program akan menyangkut berbagai hal yang terkait, baik yang menyangkut kualitas masukan, kualitas proses maupun kualitas hasil pelaksanaan program. Selain itu, penilaian dapat dilaksanakan atas dasar sekuensi implementasi program, dapat pula dilakukan terhadap komponen program.
Dalam program pendidikan pada umumnya, evaluasi keberhasilan program menjadi sangat kompleks karena dapat dilakukan terhadap kurikulumnya, sarana dan prasarana, tenaga yang terlibat baik edukatif maupun administratif, kelancaran pelaksanaan program, efisiensi waktu penyelenggaraan program, dan tentunya seberapa jauh efektifnya program yang telah diselenggarakan.
Evaluasi suatu program adalah suatu pengambilan keputusan untuk menetapkan berharga tidaknya suatu implementasi program yang bersangkutan. Hal ini akan sangat tergantung kepada perspektif yang digunakan. Perspektif tersebut dapat menyangkut hal-hal berikut.
a. Perspektif alat-tujuan, yang lebih menekankan kepada pengukuran, yang kadang-kadang hasilnya bias.
b. Perspektif situasional, yang menekankan kepada sosok programnya dan dikaitkan dengan penghayatan semua pihak yang terkait
c. Perpektif kritis, yang dikembalikan kepada asumsi dasar dan nilai dasar yang digunakan dalam penyelenggaraan program.
Karena evaluasi merupakan suatu bentuk penetapan untuk menyatakan berharga tidaknya suatu implementasi program, maka perlu adanya kriteria penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria penilaian mencakup hal-hal berikut:
a. Kriteria internal, yang dijabarkan dari dalam rancangan program pendidikan/ pengajarannya itu sendiri, yang dapat ditinjau dari sudut:
1) koherensi (konsistensi), baik koherensi antara:
a) tujuan dengan penilaian;
b) tujuan dengan pengalaman kegiatan pembelajaran diselenggarakan;
c) pengalaman kegiatan pembelajaran dengan penilaiannya;
d) tujuan dengan bahan ajarnya, dll.
2) pengetahuan penempatan resource yakni mencakup pemilihan staf;
3) reaksi pemakai program (kelompok sasaran) yang dapat ditinjau dari:
a) kepuasan;
b) pencapaian tujuan pribadi;
c) minat;
d) wawasan, dll.
4) reaksi pelaksana program, dalam hal ini adalah tenaga pengajar, yang dapat ditinjau dari sudut
a) sikapnya terhadap program;
b) cara penerimaan terhadap program;
c) kepuasan;
d) minat;
e) wawasan;
f) kepentingan/tujuan pribadi, dll.
5) efektivitas penggunaan dana;
6) kemampuan generatif atau pengembangan diri dari program (side effect).
b. Kriteria eksternal, yang mencakup
1) kemampuan pengarahan kebijakan, maksudnya adalah sejauh mana pelaksanaan atau implementasi program sesuai dengan garis kebijakan yang telah ditetapkan;
2) analisis cost-benefit untuk membandingkan antara biaya dengan keuntungan secara keseluruhan;
3) efek multiplier (melipat ganda), baik yang berupa imbasan langsung ataupun imbasan yang tidak langsung (Depdikbud, 1986)
Dalam dunia pendidikan, program yang ada dapat berbeda-beda tingkatannya, yaitu mulai dari tingkat departemen, dinas pendidikan di wilayah, sekolah, sampai di kelas. Dari segi penyelenggaranya ada yang diselenggarakan oleh lembaga negeri, diselenggarakan lembaga swasta, diselenggarakan oleh dua atau lebih lembaga dalam bentuk kemitraan. Dari segi peserta didik sendiri ada pihak orang tua yang terlibat di belakangnya. Oleh karena itu, pihak-pihak itulah yang memerlukan hasil hasil evaluasi dari program yang diselenggarakan.
Dari segi pelaksananya, penilai suatu program pendidikan dapat dilakukan oleh perencana dan pelaksana program, dan dapat pula diserahkan kepada pihak lain yang dianggap ahli. Jika penilaian dilakukan terhadap setiap satuan kecil dari suatu program pendidikan yang lebih besar yang masih berjalan dalam upaya untuk pengendalian pelaksanaan program, maka evaluasi dilakukan sendiri oleh pihak pelaksana program. Dalam hal ini dikenal dengan evaluasi program dalam skala mikro. Sebagai contoh, untuk menilai program pembelajaran di kelas secara periodik dalam waktu yang relatif singkat, yang paling tepat maka pelaku penilaian formatif maupun sumatif adalah guru yang bersangkutan. Hal itu disebabkan gurulah yang setiap saat berinteraksi dengan siswa selama kegiatan pembelajaran, guru pulalah yang berkepentingan menggunakan hasil penilaian keberhasilan/prestasi untuk menyempurnakan program pembelajarannya agar sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai harapan.
Dalam skala mikro, orientasi utama evaluasi program ditujukan kepada hal-hal yang berkait dengan strategi pembelajaran. Sebaliknya, evaluasi juga dilakukan pada skala makro yang dititikberatkan pada hal-hal yang berkait dengan efisiensi pelaksanaan, yaitu berkenaan dengan strategi dan pelaksanaan. Oleh karena itu, evaluasi pada skala makro akan lebih baik jika dilakukan oleh pihak luar. Namun demikian, karena menyangkut efisiensi dan kerahasiaan, maka lembaga yang ditugasi untuk melakukan evaluasi program dalam skala makro akan lebih ideal jika tetap dari pihak pemerintah, baik yang berkait dengan evaluasi dari aspek finansial, sarana-prasarana, ketenagaan, juga sampai pada aspek substantif dalam perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan itu sendiri (Pusisjian Depdikbud, 1997).
Penelitian Rusgianto (2002) menyimpulkan bahwa bentuk pelatihan perlu dievaluasi yang menyangkut revisi program dan keberhasilan program. Kaitannya pengimbasan ide-ide baru di lapangan seperti yang akan dilakukan oleh guru peserta lokakarya/pelatihan, Roger Schumacher mengkategorikan respon masyarakat ke dalam tiga kelompok: yaitu kelompok yang menerima secara langsung dan lawannya adalah kelompok yang menolak penuh. Kelompok yang ketiga berada di antara kedua kelompok ekstrim tersebut. Demikian pula halnya dengan kegiatan kemitraan beserta pengimbasannya terhadap guru lain di sekolah yang bersangkutan. Dengan monitoring dan evaluasi di lapangan perlu dilakukan. Dengan cara itu, akan dapat diketahui keunggulan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan tantangan (threat) pada pelaksanaan kegiatan tersebut dan langkah persiapan untuk kegiatan-kegiatan serupa untuk yang akan datang. Dari informasi ini diharapkan diperoleh pula strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Mengacu pada pendapat Mitchell (1997) secara khusus monitoring dapat dipisahkan dengan evaluasi. Menurut Mitchell monitoring difokuskan pada penggambaran perubahan kondisi yang terjadi dan menjelaskan hubungan sebab akibat yang terjadi. Manakala kemudian dilakukan asesmen terhadap efektifitas, efisiensi, dan keseimbangan pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses perubahan yang diharapkan, maka komponen evaluasi akan masuk didalamnya.
Mengacu pada pendapat Mitchell, monitoring dapat dilakukan dengan tujuan antara lain: (1) untuk menilai kondisi secara umum, (2) untuk menjamin keterlaksanaan konsep dasar, kecenderungan, dan efek kumulatifnya, (3) untuk mendokumentasikan beban, sumber daya, dan perubahan, (4) untuk menguji model yang dipakai dan untuk memverifikasinya, dan (5) untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan.
Upaya meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yakni pendekatan internal dengan memanfaatkan guru yang lebih berpengalaman sebagai pelatih, pendekatan eksternal dengan mengirimkan guru untuk mengikuti pelatihan ataupun studi lanjut, dan dengan pendekatan kemitraan melalui kerjasama antara guru dan sekolah. Karakteristik program kemitraan adalah dikembangkannya prinsip kolaborasi yang memberikan keuntungan pihak-pihak yang terlibat (Fandi Tjiptono & Anastasia Diana, 1996). Oleh karena itu, dalam melakukan monitoring dan evaluasi perolehan pihak-pihak yang berkolaborasi harus menjadi fokus utama.

F. Model-Model Monitoring dan Evaluasi program
Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi program lesson study dapat dilakukan sebagaimana monitoring dan evaluasi program pada umumnya. Pada dasarnya, model monitoring dan evaluasi program harus didudukkan dalam konteks program. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi program diposisikan sebagai tools dalam keseluruhan aspek manajemen program. Oleh karena itu, model monitoring dan evaluasi akan lebih baik jika mengacu salah satu model.
, Menurut Issac dan Michael (1981) berdasarkan pendekatannya, ada dua model monitoring dan evaluasi program yakni
1. Model monitoring dan evaluasi program menggunakan pendekatan sistem (systems approach) yaitu dengan memperhatikan: (a) masukan (input), (b) proses, dan (c) luaran (output). Model ini diterapkan dengan tujuan untuk sekedar melihat keberhasilan progam. Dengan membandingkan luaran dan masukan akan dapat diketahui perolehan (gain) yang dicapai.
2. Model monitoring dan evaluasi program menggunakan pendekatan tujuan (objectives approach) yaitu dengan memperhatikan: (a) tujuan (objectives), proses/kebermaknaan (mean), dan ukuran keberhasilan (measure). Model ini diterapkan dengan tujuan untuk mengoptimasi program. Dengan melihat pelaksanaan selama proses kemudian dikembalikan lagi pada tujuan yang sudah ditetapkan maka keberhasilan progam dapat dioptimalisasikan.
Model yang lebih kompleks adalah model CIPP (Context, Input, Process, Product). Model ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi program dengan jangkauan yang lebih luas, yakni menyangkut evaluasi conteks, evaluasi input, evaluasi proses, evaluasi produk dalam bentuk output dan dampak. Model ini diterapkan dengan tujuan secara lebih luas, dalam artian dapat untuk mengevaluasi seberapa jauh kebijakan yang diterapkan dapat dicapai dengan baik. Bila ternyata hasilnya tidak optimal maka dengan mengkaji kembali data konteks, input, proses, dan produk maka akan dapat dibuat rekomendasi apakah perlu progam harus dimodifikasi bila akan diterapkan kembali. Dengan demikian, dengan model ini dapat dipakai sebagai model monitoring dan evaluasi program di mana program didudukkan sebagai kebijakan.
Evaluasi konteks merupakan need assessment kebutuhan pengembangan profesional guru di suatu wilayah. Problem apa yang dihadapi guru-guru di wilayah tersebut? Kelemahan apa yang ada pada aspek kurikulum/silabi, pembelajaran, media pembelajaran, aktivitas laboratorium, bahan ajar, asesmen pelajaran, dan lain-lain. Dari hasil evaluasi konteks dapat disimpulkan substansi apa yang perlu menjadi muatan kegiatan Lesson Study MGMP, khususnya aspek-aspek kompetensi apa yang perlu dikembangkan pada diri guru melalui kegiatan Lesson study. Kompetensi pedagogic yang mana dan kompetensi profesional yang mana? Disamping mengembangkan tradisi ”berkooperasi” dikalangan guru mata pelajaran sejenis, LS pun hendaknya berisi intervensi untuk mengubah moda pembelajaran dari ”teacher centered” ke arah ”student centered”, serta dari ”teoritik” ke arah ”hands-on.
Evaluasi input berfokus pada pengumpulan informasi input yang penting seperti profil siswa (kapasitas beljar, tingkat kemampuan dll.), profil guru (latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar, mismatch, sikap terhadap suatu inovasi, budaya kerja sekolah, dll.). dan fasilitas belajar yang tersedia di sekolah. Dari evaluasi input dapat disimpulkan pendekatan pengelolaan apa yang perlu diterapkan dalam LS, model pembelajran apa yang perlu ditumbuh kembangkan, serta hidden agenda apa yang perlu dibawa melalui LS MGMP.
Sasaran ”baseline survey” mestinya diarahkan pada pengumpulan informasi yang diperlukan untuk evaluasi konteks dan input. Oleh karenanya disain dan instrumen baseline survey perlu dirancang dengan merujuk pada kebutuhan pengumpulan informasi secara komprehensif tentang problem lapangan yang berkaitan dengan pembelajaran, keberadaan peralatan pendukung pembelajaran, selain profil input lainnya, seperti kondisi guru dan siswa.
Evaluasi proses (dapat disebut monitoring) berkenaan dengan kajian seberapa jauh pelaksanaan operasional LS di MGMP berjalan secara efektif ke arah pengembangan profesional guru yang diharapkan. Evaluasi proses bersifat sebagai evaluasi formatif, sehingga hasil evaluasi perlu segera diumpanbalikkan kepada pihak-pihak terkait, termasuk manajemen program di wilayah tertentu, untuk ditindaklanjuti.
Evaluasi produk meliputi dua aspek, yakni evaluasi output dan evaluasi dampak (impact). Evaluasi output terarah pada hasil langsung (direct) program, baik perubahan-perubahan pada kinerja mengajar guru maupun kinerja beljar siswa yang teramati pada akhir implementasi program. Evaluasi dampak lebih bersifat monitoring terhadap konsistensi aktivitas LS MGMP pasca project (sustainability).
Kerangka kerja program evaluasi dapat diilustrasikan dalam gambar 5 berikut ini.



















Gambar 5. Kerangka Kerja Monitoring dan Evaluasi Program model CIPP

Oleh karena evaluasi produk terarah pada perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari program inovasi, maka isu sering muncul adalah ”benchmark´ yang dipakai untuk membandingkan kinerja guru. Penggunaan desain ex-post facto dengan sekolah kontrol mengundang kontroversi karena persoalan disekitar kesetaraan antara guru partisipan dengan guru non-partisipan. Oleh karenanya pembuktian secara ilmiah akan terjadinya perubahan mesti menggunakan kinerja pada pra-program sebagai ”benchmark”. Dengan kata lain, desain perbandingan kinerja guru dan kinerja siswa pasca program terhadap pra-program menjadi prosedur yang perlu diangkat.
Mengingat pentingnya informasi kinerja guru dan kinerja siswa pada keadaan pra-program menjadi penting untuk memberikan bukti empirik bagi keberhasilan program, maka perlu dilakukan tiga hal berikut:
a. Pada fase Perencanaan Program ditetapkan tolok ukur kinerja guru dan kinerja siswa yang akan dipakai untuk mengevaluasi perubahan sebagai output dan outcomes program.
b. Monitoring kinerja guru dan kinerja siswa sebelum program diimplementasikan (pra-program) sebagai pembanding. Data otentik berkenaan dengan kinerja guru dan kinerja siswa belajar perlu tersedia (videotaping). Hendaknya guru dan seolah yang dipih sebagai sampel teridentifikasi secara jelas karena akan dirunut kembali pada fase pasca program. Monitoring ini dapat dijadikan bagin dari baseline survey.
c. Memonitor kinerja guru dan kinerja siswa selama proses pembelajaran pada sampel pasca program untuk menginferensi perubahan-perubahan yang terjadi pada evaluasi output dan dampak.
Tolok ukur yang perlu disepakati stakeholder
a. Tolok ukur keberhasilan program dalam mengubah kinerja guru dan kenerja siswa dan instrumen asesmen inerja mengajar dan kinerja belajar guru untuk mengevaluasi aspek produk dari program.
b. Informasi-informasi yang perlu dikumpulkan pada baseline survey baik untuk penetapan substansi dan fokus program LS MGMP dan instrumen baseline survey.
c. Tolok ukur kemajuan implementasi program serta prosedur dan alat monitoring.
Monitoring dan evaluasi kegiatan MGMP merupakan bagian integral dari program keseluruhan. Merujuk pada profil program yang dipaparkan di atas, program harus mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan MGMP. Indikator ketercapaian output program ini adalah frekuensi monitoring dan evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan metode dan alat evaluasi yang dikembangkan.

G. Alternatif Alat-alat Monitoring dan Evaluasi model CIPP
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi model CIPP perlu direncanakan teknik sampling yang akan digunakan, struktur data monitoring dan evaluasi serta mengembangkan alat-alat monitoring dan evaluasi dikembangkan berdasarkan komponen evaluasi program yang terdiri dari evaluasi konteks dan input untuk baseline survey, komponen evaluasi input, process dan produk.

1. Pembuatan Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap kegiatan ini ditujukan agar diperoleh seperangkat instrumen yang dipandang memadai dari segi kesahihan isi sesuai dengan tujuan diselenggarakannya lesson study, dan dari segi keterbacaan instrumen oleh para resoponden. Untuk itu perlu dilakukan seminar dan uji coba yang disesuaikan dengan calon responden. Perangkat instrumen yang diperlukan adalah angket dan panduan observasi/wawancara. Perangkat instrumen tersebut digunakan untuk menjaring data dari pihak perguruan tinggi yakni: (a) pengelola, dan (b) dosen, serta dari pihak sekolah yakni : (a) kepala sekolah, (b) guru, dan (c) siswa yang terlibat dalam kegiatan lesson study.

2. Penyusunan Struktur Data
Sesuai dengan model evaluasi yang akan dikembangkan, maka perlu dilakukan penyusunan Struktur Data yang dapat menjelaskan aspek evaluasi, fokus, informasi yang diperlukan, metoda pengumpulan informasi dan sumber data. Dalam penyusunan struktur data ini diperlukan pemahaman tentang konsep setiap aspek evaluasi, dan akan lebih mudah contoh struktur data pada gambar 3 sebagai berikut.

Tabel 2. Struktur Data

No. Aspek Fokus Informasi yang diperlukan Metode pengumpulan informasi Sumber data
1 Evaluasi konteks Syllabi  Identifikasi sekolah identitas sekolah, mata pelajaran, kelas dan semester
 Pengurutan Standard Kompetensi dan Kompetensi Dasar
 Penentuan Materi Pokok dan Uraian Materi pokok
 Pemilihan pengalaman belajar
 Teknik asesmen
 Dll. Studi dokumen terhadap silabi Guru
Pembelajaran  Rencana Pembelajaran
 Persiapan pembelajaran
 Proses pembelajaran di kelas
 Dll. Studi dokumen terhadap renpel, wawancara, observasi dan rekaman video. Guru,
Proses pembelajaran di kelas
Bahan Ajar  Handout
 LKS Studi dokumen Guru
Media pembelajaran  Peralatan atau media untuk mepelajaran
 Pemanfaatan sumber belajar (buku, majalah dll) Observasi dan studi dokumen Guru
Aktivitas laboratorium  Peralatan untuk percobaan
 Persiapan pembelajaran di lab
 Proses pembelajaran di lad. Observasi, rekaman video dan wawancara. Guru,
proses pembelajaran
Asesmen Pembelajaran  Alat asesmen
 Penyusunan bentuk instrumen baik berupa tes maupun non-tes
 Proses penilaian dalam proses pembelajaran
 Teknik penskoran
 Dll Studi dokumen, wawancara dan observasi

Guru,
Proses pembelajaran
2 Input Profil siswa  Penguasaan konsep
 Kemampuan keterampilan proses
 Motivasi dan persepsi terhadap sains
 Hasil UAN
 Dll Tes penguasaan konsep danketerampilan proses sains
Studi dokumen, angket, dan wawancara Siswa
Siswa
Siswa
Siswa & Guru
Guru
Guru
Profil guru  Latar belakang pendidikan (mismatch)
 Pengalaman mengajar
 Sikap terhadap inovasi
 Keterlibatan dalam kegiatan MGMP
 dll Angket, wawancara dan studi dokumen Guru
Dan kepala sekolah
Kegiatan MGMP  Aktivitas MGMP sebelum tahun 2006
 Jadwal kegiatan
 Proses Implementasi MGMP Angket, studi studi dokumen, observasi dan wawancara Guru

Guru, Principal & Ketua MGMP
Lingkungan belajar  Kondisi fasilitas sekolah
 Kondisi kelas dan laboratorium
 Dll Observasi, dan wawancara Guru & kepala sekolah
3 Evaluasi proses Perencanaan Lesson Study  Pengembangan Renpel
 Keterlibatan Expert (Dosen)
 Pengembangan Media Pembelajaran
 Pengembangan asesmen pembelajaran Angket, observasi dan wawancara Guru & Dosen

Proses Lesson Study  Proses belajar mengajar di kelas
 Keterlibatan observer
 Aktivitas siswa Oservasi, rekaman video, wawancara Guru, observer dan proses pembelajaran
Refleksi  Identitas para observer
 Komentar dari para observer (guru, ketua MGMP, kepala sekolah dll.) Angket, wawancara dan rekaman video Guru, observer, MGMP dan Kepsek
4 Evalua-si Output PerubahanKinerja guru Peningkatan kualitas pada:
 Renpel, bahan ajar, media dan asesmen pembelajaran
 Proses pembelajaran baik dalam kelas maupun dalam laboratorium
 Sikap terhadap inovasi pembelajaran
 Keterlibatan dalam MGMP Studi dokumen, wawancara, angket dan observasi atau rekaman video Guru, proses pembelajaran

Kemampuan siswa Adanya peningkatan pada aspek:
 Motivasi untuk belajar sains dan mat
 Persepsi terhadap Mat dan Sains
 Penguasaan konsep dan keterampilan proses
 Hasil UAN Tes penguasaaan konsep, dan angket. Siswa
Aktivitas laboratorium  Peningkatan keberadaan alat lab
 Peningkatan frekuensi dan kualitas pembelajaran di lab Observasi, rekaman video, studi dokumen dan observasi Guru,
Proses pembelajaran
Reaksi MGMP  Persepsi anggota MGMP terhadap LS
 Program kegiatan LS MGMP
 Jadwal kegiatan dan implementasi keg LS MGMP Angket , wawancara dan observasi Ketua dan anggota MGMP
Reaksi sekolah  Persepsi kepala sekolah kepada LS
 Progrogram kegiatan LS di skeolah
 Pelaksanaan LS di Sekolah Angket, observasi dan wawancara Krepala sekolah dan proses kegiatan LS di sekolah
5 Evalua-si dampak
Program MGMP  Keberlanjutan program keg LS MGMP
 Jadwal kegiatan LS MGMP
 Adanya manfaat dari keg LS Studi dokumen, wawancara dan observasi Ketua MGMP

Program Sekolah  Keberlanjutan kegiatan LS di sekolah
 Jadwal pelaksanaan LS
 Adanya manfaat dari keg LS Observasi, wawancara dan studi dokumen Kepala sekolah

Berdasarkan struktur data di atas alat-alat evaluasi dikembangkan. Terdapat dua jenis data yang akan dioleh yaitu data kuantitatif dan kualitatif.
Instrumen yang harus disiapkan untuk data kuantitatif terdiri dari :
- Angket Kepala sekolah
- Angket untuk Guru
- Angket untuk Siswa
- Dan Test penguasaan konsep (Academic Test) bila berkait dengan prestasi
Instrumen yang harus disiapkan untuk data kualitatif terdiri dari :
- Pedoman analisis rekaman video pembelajaran
- Pedoman observasi fasilitas sekolah
- Pedoman wawancara untuk kepala sekolah, guru, siswa dan ketua MGMP.

H. Pengembangan instrumen
Agar dapat dihimpun data yang sahih maka perlu dibuat instrumen untuk menghimpunnya. Dalam mengembangkan instrumen, perlu disusun terlebih dahulu kisi-kisinya. Misalnya, untuk melakukan monitoring dan evaluasi program lesson study model kolaborasi, dalam hal aspek pengembangan kolaborasi dibuat kisi-kisi dengan pengembangan deskriptor setara sebagai berikut.

A. Pengembangan kolaborasi

Indikator Deskriptor Skor bila dilakukan
1. Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu 1
 Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam kelompok 1
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi 1
Skor maksimum 3
2. Dasar penetapan banyaknya kolaborator  Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas 1
 Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis tugas 1
 Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas dalam waktu tertentu 1
Skor maksimum 3

Setelah dibuat kisi-kisinya selanjutnya dibuat instrumen siap pakai, misalnya sebagai berikut.

A. Instrumen monitoring dan evaluasi untuk mengukur aspek pengembangan kolaborasi

Beri tanda X bila dilakukan!

Indikator Deskriptor Dilakukan? Skor
1. Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu ....
 Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam kelompok ....
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi .…
Skor ....
2. Dasar penetapan banyaknya kolaborator  Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas .…
 Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis tugas .…
 Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas dalam waktu tertentu .…
Skor .…
Jumlah skor ….

Kisi-kisi juga dapat dibuat dalam bentuk pengembangan deskritor vertikal sebagai berikut.





A. Pengembangan kolaborasi

Subaspek Indikator Deskriptor Skor
Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Pertimbangan aspek tanggung jawab  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu dan sesuai dengan bidangnya 3
 Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu tanpa memperhatikan bidangnya 2
 Memilih kolaborator asal mau disertakan 1
 Pertimbangan kemampuan bekerjasama  Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dan yang sesuai bidangnya 3
 Memilih kolaborator yang dapat bekerjasama meskipun tidak sebidang 2
 Memilih kolaborator asal mau disertakan 1
 Pertimbangan kemauan dan motivasi untuk berinovasi  Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi dan sesuai dengan bidangnya 3
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi meskipun sesuai dengan bidangnya 2
 Memilih kolaborator asal mau disertakan 1


Jika dibuat kisi-kisi model deskriptor vertikal, maka instrumen siap pakai akan tersaji seperti contoh berikut.

Instrumen dalam bentuk pengembangan deskriptor vertikal sebagai berikut.








A. Pengembangan kolaborasi

Beri tanda X bila dilakukan!

Subaspek Indikator Deskriptor Dilakukan? Skor
Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Pertimbangan aspek tanggung jawab  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu dan sesuai dengan bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu tanpa memperhatikan bidangnya …. ….
 Memilih kolaborator asal mau disertakan …. ….
 Pertimbangan kemampuan bekerjasama  Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dan yang sesuai bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator yang dapat bekerjasama meskipun tidak sebidang .... ....
 Memilih kolaborator asal mau disertakan .... ....
 Pertimbangan kemauan dan motivasi untuk berinovasi  Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi dan sesuai dengan bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi meskipun sesuai dengan bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator asal mau disertakan .... ....
Jumlah skor

I. Analisis hasil dan Pelaporan
Data hasil monitoring selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mengenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terkait dalam implementasi lesson study sehingga dapat dievaluasi untuk ditetapkan derajat efektivitas, efisiensi, dan keterlibatan pihak-pihak yang terkait, baik pada tahapan perencanaan, implementasi program, maupun hasil program. Atas hasil analisis data selanjutnya dapat ditetapkan sebagai tindakan kebijaksanaan apakah program lesson study dilanjutkan tanpa direvisi ataukah harus direvisi untuk tahun mendatang.
Berikut ini diberikan contoh pengolahan data. Misalnya, dari aspek pengembangan kolaborasi pada program lesson study model kolaborasi diperoleh hasil sebagai berikut.




A. Aspek pengembangan kolaborasi

Indikator Deskriptor Dilakukan? Skor
1. Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu x 1
 Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dalam kelompok x 1
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi 0
Skor 2
2. Dasar penetapan banyaknya kolaborator  Menentukan kolaborator berdasarkan jenis tugas x 1
 Menentukan kolaborator atas cacah aspek jenis tugas x 1
 Menentukan kolaborator atas penyelesaian tugas dalam waktu tertentu x 1
Skor 3
Jumlah skor 5

Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek pengembangan kolaborasi ditetapkan sebagai berikut.

A. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek pengembangan kolaborasi

Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi Kriteria pencapaian
5 – 6 Baik
3 – 4 Sedang
0 – 2 Jelek

Dari contoh di atas diperoleh skor 5, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi terhadap aspek pengembangan kolaborasi masuk dalam kategori baik.
Contoh lain, misalnya dalam aspek konteks untuk mencari permasalahan, misalnya diperoleh data sebagai berikut.

B. Aspek Pengkajian konteks untuk mencari permasalahan yang layak di angkat untuk kegiatan LS

Indikator Deskriptor Dilakukan? Skor
1. Tinjauan terhadap silabus  Perunutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sukar x 1
 Perunutan Pemilihan kegiatan pembelajaran untuk memperoleh pengalaman belajar x 1
 Perunutan teknik asesmen yang telah dilakukan x 1
Skor 3
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  Peninjauan kembali terhadap pemilihan model/pendekatan/ strategi pembelajaran X 1
 Peninjauan kembali terhadap skenario/urutan proses pembelajaran di kelas yang pernah dilaksanakan X 1
 Peninjauan kembali terhadap operasionalisasi perencanaan asesmen X 1
Skor 3
3. Bahan Ajar  Peninjuan kembali terhadap relevansi handout/LKS dengan kompetensi yang dikembangkan 0
 Peninjauan kembali terhadap ketepatan penyajian handout/LKS dalam mendukung pencapaian kompetensi 0
 Peninjauan kembali kejelasan penyajian handout/LKS 0
Skor 0
4. Media pembelajaran  Peninjauan kembali terhadap relevansi antara media pembelajaran dan kegiatan pembelajaran X 1
 Peninjauan kembali terhadap kefungsionalan media pembelajaran X 1
 Peninjauan kembali terhadap dampak pemilihan media pembelajaran terhadap motivasi siswa X 1
Skor 3
5. Aktivitas laboratorium  Peninjauan kembali terhadap kelengkapan peralatan lab untuk mendukung kegiatan pembelajaran 0
 Peninjauan kembali terhadap pembuatan/pemodifikasian peralatan lab oleh guru/siswa 0
 Peninjauan kembali terhadap kemanfaatan pembuatan/pemodifikasian peralatan lab 0
Skor 0
6. Asesmen Pembelajaran  Peninjauan kembali terhadap perencanaan sistem asesmen X 1
 Peninjauan kembali terhadap implementasi suatu metode asesmen X 1
 Peninjauan kembali pelaksanaan suatu asesmen X 1
Skor 3
Jumlah skor 12

Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek konteks untuk mencari permasalahan ditetapkan sebagai berikut.

B. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek konteks untuk mencari permasalahan

Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi Kriteria pencapaian
13– 18 Baik
7 – 12 Sedang
0 – 6 Jelek

Dari contoh di atas skor 12, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi terhadap aspek konteks untuk mencari permasalahan masuk dalam kategori sedang.
Bila instrumen dikembangkan dalam model deskriptor vertikal maka contoh analisis data sebagai berikut. Misalnya, dari instrumen untuk mengukur aspek pengembangan kolaborasi diperoleh data sebagai berikut.

A. Aspek pengembangan kolaborasi

Subaspek Indikator Deskriptor Dilakukan? Skor
Dasar pemilihan pasangan kolaborator  Pertimbangan aspek tanggung jawab  Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu dan sesuai dengan bidangnya ..X.. ..3..
 Memilih kolaborator yang dapat diberi tanggungjawab tugas tertentu tanpa memperhatikan bidangnya …. ….
 Memilih kolaborator asal mau disertakan …. ….
 Pertimbangan kemampuan bekerjasama  Memilih kolaborator yang dapat bekerja sama dan yang sesuai bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator yang dapat bekerjasama meskipun tidak sebidang ..X.. ..2..
 Memilih kolaborator asal mau disertakan .... ....
 Pertimbangan kemauan dan motivasi untuk berinovasi  Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi dan sesuai dengan bidangnya ..X.. ..3..
 Memilih kolaborator yang memiliki motivasi untuk berinovasi meskipun sesuai dengan bidangnya .... ....
 Memilih kolaborator asal mau disertakan .... ....
Jumlah skor 8

Rentang skor dan kriteria pencapaian untuk aspek pengembangan kolaborasi ditetapkan sebagai berikut.

A. Rentang skor dan kriteria pencapaian aspek pengembangan kolaborasi

Rentang skor aspek pengembangan kolaborasi Kriteria pencapaian
7 – 9 Baik
4 – 6 Sedang
0 – 3 Jelek

Dari contoh di atas diperoleh skor 8, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi terhadap aspek pengembangan kolaborasi masuk dalam kategori baik.
Triangulasi perlu dilakukan jika data di atas berdasarkan jawaban responden. Artinya, pemonitor dan evaluator harus melihat pula apa yang tersaji di dalam laporan lesson study. Sebagai contoh, dalam hal pengembangan kolaborasi pada lesson study model kolaborasi dapat dilakukan pengecekan silang antara jawaban peneliti dan jawaban praktisi yang menjadi kolaboratornya. Dalam aspek konteks untuk mencari permasalahan dapat dilakukan pengecekan silang antara data yang diperoleh dari jawaban peneliti, praktisi yang menjadi kolaboratornya, dan laporan lesson study yang dibuat. Dalam lesson study model individual maka pengecekan silang dapat dilakukan atas dasar data yang dihimpun dari peneliti dari critical friend dan dan/atau dari laporan lesson study yang dibuat.

I. Penutup
Monitoring dan evaluasi menjadi salah satu aspek penentu keberhasilan implementasi program lesson study. Bila program lesson study dilakukan oleh guru-guru di sekolah, maka pemonitor dan evaluator dapat dilakukan oleh pihak sekolah dengan menunjuk orang tertentu untuk melakukannya. Dengan demikian, akan dapat diketahui apakah lesson study yang diprogramkan dapat berjalan sesuai harapan.
Monitoring dan evaluasi program lesson study pada prinsipnya tidak berbeda baik dalam hal tujuan, fungsi, mekanisme, dan prosedurnya dengan monitoring dan evaluasi program pada umumnya. Dengan demikian, pemahaman atas monitoring dan evaluasi untuk program lesson study dapat diterapkan untuk program yang lain.

No comments:

Post a Comment